Sejarah dan Asal-usul Desa Dungmiri Kecamatan Karangjati Kabupaten Ngawi

Desa Dungmiri secara admnistratif masuk dalam wilayah kecamatan karangjati Kabupaten ngawi. Desa dungmiri terbagi mendadi 3 dusun. Yakni : 
  1. Dusun Dungmiri 1,
  2. Dungmiri 2,
  3. Dusun Klanding



Sejarah mengenai asal usul Desa Dungmiri tak lepas dari cerita turun-menurun yang diceritakan dari generasi ke generasi. Keberadaan Desa Dungmiri juga tak lepas dari keterkaitan dengan pengembara atau pembabat hutan di wilayah ini yang dikisahkan berasal dari daerah mataram atau sekitar Gobrogan. Memang tak dapat dipungkiri bahwa masyarakat jawa, sering menamai suatu wilayah dengan peristiwa, kondisi geografis ataupun apa yang dilihatnya saat membabat hutan. Begitu juga dengan Dungmiri, yang berasal dari penggabungan 2 kosakata, yakni dung yang berarti kedung dan miri yang berarti buah kemiri. Sebutan ini berarti dahulu ada sebuah kedung / kali yang sangat dalam dan banyak ditumbuhi tanaman kemiri di sekitar kedung tersebut. Hal ini seperti di ceritakan kebnyakan orang tua atau sesepuh di Desa ini. Bahwa dahulu memang banyak tumbuhan kemiri di sekitar belakang Kantor Desa yang sekarang.
Lalu, dimanakah posisi Kedung (kali yang dalam) sekarang ?
Posisi struktur tanah seperti bekas sungai (kali) dapat kita temukan di belakang Kantor Desa. Hal ini, juga menguatkan dugaan tempat tumbuhnya tanaman kemiri di sekitar kali yang berada di belakang Kantor Desa. Namun, konon DUNGMIRI hanyalah sebutan suatu wilayah berdasarkan apa yang dilihat mata, karena ada sungai dan tanaman kemiri disitu."ujar sesepuh Desa.
Dalam Catatan dari masa ke masa menyebutkan bahwa Desa Dungmiri, telah mengalami 7 kali periode pergantian kepala Desa. Yang masyarakat sering menyebutnya lurah.
Berikut adalah nama-nama lurah/ Kepala Desa Dungmiri dari Era Belanda hingga sekarang. 
  1. Mbah Gempo (sekitar tahun 1840-1881)
  2. Karto Drono ( Pasiyun) (sekitar tahun 1881-1920)
  3. Karto Wiyoto (1920—1962)
  4. Hadi Suprapto (Siyun) (1962—1989)
  5. Gunadi Hartono (1990-1998)
  6. Bambang Supariyanto (1999-2013)
  7. Sri Kasiyanto (2013 – sekarang)

Desa Dungmiri juga menyimpan berbagai tempat yang dianggap bernilai sejarah oleh warga setempat. Situs kuno dan bernilai sejarah ini beberapa diantaranya memang dikeramatkan. Antara lain :
1. Sumur Tulakan,












Sumur ini kini kurang terawat dan hanya bertandankan Ontang Sumur model lawas (Sumur Oklek). Lokasinya berada di belakang Kantor Desa. Memang sudah menjadi kebiasaan bahwa jika mendirikan rumah, beberapa warga kerap mengambil air dari sumur tulakan ini. Mereka percaya bahwa, lantaran air sumur tulakan ini dapat menolak balak atau bencana dan mendekatkan pada kehidupan yang lebih baik. Namun, semua atas kuasa Tuhan Yang Maha Esa.

2. Sumur sendang sogo,












Sumur ini juga merupakan sumur yang sudah ada sejak zaman dahulu. Keberadaannya juga menjadi saksi sejarah atas adanya desa Dungmiri, Airnya jernih dan sumber airnya masih mengalir hingga saat ini.

3. Asem pendowo,
Pohon Asem dengan cabang dahan utama berjumlah 5 ini menurut warga memang tak pernah tumbuh meninggi. Tinggi pohon dari dulu hingga sekarang sama, dan banyak pengakuan dari para Pendaki Gunung Lawu (Jalur Spiritual) mengatakan bahwa Pohon ASEM Pendowo ini kelihatan dari Gunung Lawu padahal pohon ini tidak begitu tinggi. Pohon Asem Pendowo ini berada di makam Desa Dungmiri 1 (Makam Utara).

4. Makam-makam lurah terdahulu. 

Makam Lurah Pertama berada di Makam Dungmiri 2 (Makam Selatan). Makam lurah kedua, ketiga, dan ke-empat berada di Makam utara (Makam Dungmiri 1) dan semuanya masih terawat dengan baik. Mbah Gempo, merupakan lurah pertama. Mbah Gempo sendiri merupakan tokoh yang diceritakan dahulu berasal dari dusun Klanding. Namun, karena terjadi pageblug atau wabah saat itu lantas beliau berpindah ke wilayah Dusun Dungmiri. Hal ini berdasarkn cerita turun menurun.

Desa Dungmiri di era sekarang masih mempertahankan nilai-nilai luhur dan menjunjung budaya warisan nenek moyang. Acara Bersih Desa setiap tahun juga digelar dengan acara selamatan, pengajian kirim do’a kepada arwah leluhur, dan pagelaran seni tayub. Semangat kerukunan dan Gotong royong masih terus dijaga di tengah kehidupan modern. Kolaborasi pemerintahan desa dan warganya menjadi modal penting untuk terus membangun desanya.

Muh Arif Efendi, penulis, dengan berbagai sumber wawancara bersama Perangkat Desa. Tulisan ini digunakan dalam lomba Sejarah Desa tahun 2022.



Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar anda !