Sejarah Keris Kyai Sengkelat, Wabah Penyakit Majapahit dan Perebutan Keris dari Blambangan

 


Keris Kyai Sengkelat, keris ini memiliki aura kharismatik dan melegenda. Banyak kisah tentang tuah Keris ini. Keris ini juga di perebutkan oleh para Raja-raja Jawa. Bahkan hingga dimiliki juga hingga Raja pulau sebrang. Keris tidak hanya berfungsi sebagai alat pertahanan diri atau senjata, tetapi juga sebagai simbol kekuasaan, martabat, dan kharisma seseorang atau tokoh tertentu.

Keris Kyai Sengkelat adalah keris sakti ini diberi nama oleh oleh Sunan Kalijaga, yang dibuat oleh Ki Supa Mandrangi, seorang empu atau pandai besi yang sangat ahli membuat keris.

Ki Supa Mandrangi adalah putra dari Empu Supa, empu dari kerajaan Majapahit yang terkenal. Anda dapat menyaksikan video salah satu tempat menempa keris Empu Supa di channel youtube ASSAMEDA dalam judul Sumur Blukuthuk Khayangan Api dan Keris Empu Supa atau klik link berikut.



Berbeda dengan keris lainnya, Keris Kyai Sengkelat dibuat dari bahan besi Akadiyat yang sangat langka dan tak biasa. Bahan besi ini tidak bisa ditempa dengan api, melainkan hanya dengan dipijat-pijat dengan tangan. Sehingga hanya Ki Supa Mandrangi yang memiliki kemampuan sakti untuk memijat bahan besi tersebut hingga menjadi keris yang indah dan berkualitas.

Keris Kyai Sengkelat memiliki warna kemerah-merahan dan luk 13.

Warna merah melambangkan keberanian dan semangat juang, sedangkan liuk 13 melambangkan jumlah wali yang menyebarkan Islam di Jawa.

Keris ini juga memiliki tuah atau khasiat yang luar biasa, yaitu bisa menangkap kilat dan mengusir wabah penyakit, hal ini pernah digunakan untuk mengusir wabah penyakit yang menimpa kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya V.

Saat itu, Kerajaan Majapahit memiliki keris Kyai Condong Campur yang merupakan keris pemersatu bangsa yang dibuat oleh 100 empu dari berbagai daerah. Namun, dibuat dari besi yang dihuni oleh makhluk-makhluk halus dan makhluk hitam, sehingga memiliki hawa negatif dan justru menimbulkan wabah  penyakit.

Keris Condong Campur yang awalnya bertujuan untuk mengatasi perselisihan antara golongan atas dan golongan bawah di Majapahit, malah menimbulkan bencana wabah penyakit yang sangat ganas dan mematikan bagi rakyat dan kerajaan.

Banyak rakyat jelata yang meninggal karena sakit. Bahkan putri kesayangan Prabu Brawijaya V, Ayu Sekar Kedaton, juga jatuh sakit parah.

Prabu Brawijaya V sudah mencoba berbagai cara untuk menyembuhkan putrinya dan menghentikan wabah tersebut, tetapi tidak berhasil, bahkan sudah memanggil tabib dari berbagai Kerajaan lain.

Akhirnya, Prabu Brawijaya V meminta bantuan kepada Sunan Kalijaga, salah satu wali yang dihormati oleh rakyat Majapahit.

Sunan Kalijaga datang ke istana Majapahit membawa keris Kyai Sengkelat. Ia mengeluarkan keris tersebut dari sarungnya dan mengayunkannya ke udara sambil berdoa kepada Allah. Tiba-tiba, langit menjadi gelap dan petir menyambar-nyambar. Kilat-kilat itu tertangkap oleh keris Kyai Sengkelat dan disalurkan ke tanah. Setelah itu, hujan turun dengan derasnya dan membersihkan udara dari kotoran dan penyakit. Sehingga wabah penyakit pun berakhir dan Prabu Brawijaya V sangat berterima kasih kepada Sunan Kalijaga. Namun, Sunan Kalijaga mengatakan bahwa ini semua atas pertolongan Allah SWT.

Disisi lain Keris Kyai Sengkelat pernah menjadi pusaka Raja-raja Jawa.

Kisah ini berawal setelah keris tersebut selesai dibuat oleh Ki Supa. Beliau menyerahkan keris yang bariu selesai dibuatnya itu kepada Sunan Kalijaga. Namun ternyata keris tersebut tidak cocok bagi ulama dan Sunan Kalijaga meminta Ki Supa untuk menyimpannya dan berpesan agar nanti memberikan keris tersebut kepada raja-raja Pulau Jawa. 

Keberadaan keris sakti Kyai Sengkelat diketahui oleh Raja Blambangan atau Siung Lautan. Ia tahu bahwa seseorang yang memegang keris tersebut tidak akan terkalahkan dan menjadi penguasa Jawa. 

Selanjutnya Raja memanggil seorang pencuri sakti bernama Celuring. Ia diperintahkan oleh raja untuk mencuri keris Kyai Sengkelat dari genggaman Ki Supa. Keris Kyai Sengkelat ini dengan mudahnya jatuh berpindah langsung ke tangan Raja Blambangan. Karena telah berhasil mencuri keris tersebut, Celuring mendapat imbalan dari Raja dengan mengangkatnya sebagai patih di Blambangan.

Disisi lain, Sunan Kalijaga mengetahui bahwa Celuring telah mencuri keris yang membuatnya takjub itu. Selanjutnya ia memerintahkan Ki Supa agar dapat mengambil kembali keris tersebut. karena Sunan Kalijaga khawatir akan terjadi malapetaka apabila keris tersebut dipegang sembarang orang. 

Ki Supa berangkat ke Blambangan dengan menyamar dan mengganti namanya menjadi Ki Pitrang. Sesampainya di Blambangan, ia bekerja pada Mpu Sarap, seorang pandai besi wilayah Blambangan. Tetapi keahlian Ki Pitrang jauh lebih hebat dalam membuat keris.

Seiring waktu, akhirnya raja Blambangan mengetahui  bahwa ada seseorang empu yaitu Ki pitrang yang sangat ahli membuat keris. Ki Pitrang diminta untuk membuat keris yang serupa dengan keris Kyai Sengkelat. 

Singkat cerita, raja Blambangan memberikan keris Kyai Sengkelat sebagai contoh. Hal ini menjadi kesempatan bagi Ki Supa untuk membuat dua buah keris tiruan Kyai Sengkelat yang bentuknya mirip. Ki Supa juga berhasil menyimpan keris Kyai Sengkelat yang asli dan kembali menemui Sunan Kalijaga untuk menyerahkan keris tersebut. 

Karena kerja kerasnya tersebut, Ki Supa diangkat menjadi Adipati di Sedang Sedayu dan dinikahkan dengan putri raja bernama Retna Sugiyah. Pernikahan tersebut dikaruniai anak bernama Jaka Sura.

Anda dapat menonton video Kethoprak Keris EMPU SUPA KEMBAR dengan klik link berikut.

Setelah Sunan Kalijaga berhasil mendapatkan kembali keris Kyai Sengkelat, ia langsung menyerahkan keris tersebut kepada Adipati Natapraja untuk dibawa ke Palembang. Sunan Kalijaga memerintahkan Adipati Natapraja untuk memberikan kerisnya kepada Raden Patah, anak sulungnya. Raden Patah merupakan seorang anak dari Raja Brawijaya kerajaan Majapahit. Beliau juga yang akhirnya melahirkan raja-raja Jawa berikutnya. 

Comments
0 Comments

No comments:

Post a Comment

Berikan Komentar anda !